Pedagang Bensin Eceran Minta Perlindungan Hukum
Puluhan warga yang mengatasnamakan penjual premium botolan berunjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tarakan kemarin (29/4). Supardi, perwakilan pengunjuk rasa yang mengikuti pertemuan khusus dengan sejumlah anggota dewan mengemukakan, kedatangan mereka menemui wakil rakyat untuk meminta keadilan. Sebab, mereka beranggapan pemerintah selalu menyudutkan usahanya. “Kami ingin meminta keadilan, bayangkan, kami sudah 10 tahun berjualan,” kata Supardi.
Mereka meminta lembaga ini memberikan perlindungan hukum lantaran usaha mereka sering diobok-obok petugas Satuan Polisi Pamong Praja belakangan ini.
“Kami tidak menuduh, tapi tolong diperhatikan juga yang pejabat-pejabat atau yang berdasi itu. Masak kami saja yang sering diobok-obok,” pintanya.
Meski begitu, Supardi mengaku tidak mau mengait-ngaitkan tindakan Satpol PP yang berhasil mengungkap dan menangkap pelaku pembelian bensin berulang-ulang menggunakan kendaraan di SPBU dan APMS.
“Saya tidak mau bicara itu, tapi saya hanya ingin keadilan itu ditegakkan karena kami penjual botolan itu memang bergantung kehidupan di situ,” cetus Supardi.
Rekan Supardi lainnya, Ansar menimpali, agar pemeritah mengambil langkah yang bijak sehingga tidak merugikan pengusaha kecil. Sebab menurut Ansar, pemerintah tidak pernah sama sekali mensosialisasikan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008.
“Kami masyarakat biasa tidak pernah tahu itu (aturan, Red.). Apalagi pemerintah memang tidak pernah sosialisasikan kepada kami, jadi apa yang mau kami tahu,” kata Ansar. Namun Ansar menolak berkomentar terkait tindakan tegas Satpol PP menangkap beberapa kendaraan yang digunakan untuk membeli premium berulang-ulang.
“Yang jelas kami ini masyarakat. Seharusnya pemerintah bisa membantu kami,” tegas Ansar menambahkan.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tarakan, H.M. Yusuf Ramlan menegaskan, pihaknya tidak bisa memberikan perlindungan hukum bagi warga seperti yang diminta kalangan pengecer atau penjual premium botolan, kemarin.
“Dewan tidak dalam kepasitas memberikan perlindungan itu,” tegas Yusuf Ramlan.
Apalagi, lanjutnya, dalam aturan-aturan yang memayungi persoalan BBM sama sekali tidak mengakomodir permintaan penjual premium botolan itu.
“Karena penjual botolan itu tidak masuk dalam mata rantai penyaluran BBM khususnya premium bersubsidi ini,” katanya.
Untuk itu, yang bisa dilakukan anggota legislatif, kata Yusuf, hanyalah upaya mengakomodir permintaan warga itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. “Misalnya, dalam perda belum diatur masalah ini, ya kita kaji perda kita yang mengatur tentang itu (soal penjual botolan, Red.), apakah penjual botolan kita ini bisa masuk dalam mata rantai pengecer premium atau tidak. Sehingga jaminan hukum sama sekali tidak kita berikan karena sepanjang kita ketahui, persoalan itu memang tidak terakomodir dalam aturan yang lebih tinggi,” tegasnya lagi.
Dengan begitu, apakah perda ini akan diubah? “Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi payung dari perda kita, sah-sah saja kita lakukan,” tandas Yusuf.
Namun, menurutnya, yang menjadi pemikiran pihaknya saat ini, adalah mendesak pemerintah mengakomodir permasalahan ini hingga tuntas. “Barangkali, pemerintah harus mengambil suatu kebijakan-kebijakan yang bisa ditoleransi sambil menunggu revisi perda kita,” imbuhnya.(nat)
SUMBER KUTIPAN :
Skh. Radar Tarakan
Terbit Sabtu, 30 April 2011
KLIK DISINI : MOBILE VERSION
0 KOMENTAR ANDA:
Posting Komentar