Tiap Kendaraan Rp 15 Ribu Perhari
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Makro, Kecil Menengah Kota Tarakan, Aleksandra menegaskan, berdasarkan aturan, tidak ada mata rantai penyaluran BBM, lagi selain Stasium Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Agen Premium Minyak dan Solar (APMS) dan (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker (SPBB). Karena itu, penjual premium botolan yang ramai dijual di pinggir jalan tidak diperbolehkan berjualan.
“Makanya dalam waktu dekat kita akan lakukan pendekatan kepada masyarakat dan menghimbau agar tidak melakukan penjualan lagi,” terang Aleksandra kepada Radar Tarakandi ruang kerjanya kemarin (29/4).
Dia juga mengaku, instansi belum pernah mendata pedagang premium eceran yang saat ini mudah ditemui di berbagai sudut wilayah. “Karena memang tidak ada aturannya,” tegasnya.
Sesuai dengan aturan, mata rantai itu berakhir di tangan masyarakat dan tidak boleh dijual lagi. Pasalnya, BBM yang jual saat ini adalah BBM bersubsidi. Jika dijual lagi, tegas Aleksandra, berarti sudah melanggar aturan yang sudah ada.
“Kita bukan mau membunuh usaha IKM (Industri kecil dan menengah) ya. Tapi kalau peruntukannya langsung untuk usaha, kendaraan dan lainnya selain dijual itu tidak dibenarkan,” katanya.
Dijelaskannya, tidak hanya tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 3 tahun 2008 tentang Pengaturan, Pengawasan, dan Pengendalian BBM Bersubsidi, tapi juga tertuang dalam Peraturan Presiden RI nomor 9 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden nomor 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran dan Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri.
“Kita tentu tidak bisa mentolerir yang tidak sesuai dengan aturan, tapi itu akan kita lakukan secara perlahan, tidak langsung,” kata Aleksandra.
Aleksandra, pihaknya tidak sendiri mengatasi persoalan bensin bersubsidi ini. Dalam hal pengawasan, pihak lain yang terlibat, di antaranya Dinas Perhubungan, Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi, Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat, Dinas Kelautan dan Perikanan, Bagian Perekonomian dan Satuan Polisi Pamong Praja Tarakan.
“Tugasnya untuk mengawasi. Jadi, bukan disperindagkop saja. Masing-masing punya tugas,” katanya.
Lebih jauh dikatakan Aleksandra, jika persoalan BBM bersubsidi ini tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin banyak pihak yang dirugikan.
“Untuk mensubsidi premium ini, pemerintah menghabiskan triliunan rupiah. Kalau tidak sesuai peruntukannya, bisa-bisa APBN bisa kolaps. Belum lagi kawasan yang kaya minyak sedang dilanda peperangan, ini sangat berpengaruh pada harga minyak kita,” ujarnya terkait wacana penghapusan Bahan Bakar Minyak jenis premium yang dilontarkan Menteri Keuangan Agus Martowardojo beberapa waktu lalu.
Untuk itu, pihaknya akan berusaha menyelesaikan persoalan ini sembari menunggu proses keluarnya surat edaran yang membatasi pembelian BBM bersubsidi. Dalam edaran itu disebutkan, setiap kendaraan bermotor dibatasi hanya Rp 15 ribu perhari.
“Terserah, mau pakai Thunder atau motor kecil, yang jelas sehari begitu. Sekarang suratnya tinggal tanda tangan wali kota dan saya juga mohon kepada pihak-pihak, pelaku usaha yang berkecimpung di usaha minyak untuk tidak bermain-main dengan ini,” pungkasnya.(nat)
SUMBER KUTIPAN :
SKH. RADAR TARAKAN
Terbit Sabtu, 30 April 2011
KLIK DISINI : MOBILE VERSION
0 KOMENTAR ANDA:
Posting Komentar