Dewan Soroti Pengalihan Jatah
Wakil Wali Kota Tarakan, Suhardjo Trianto turut mempertanyakan klaim Depot Pertamina bahwa jatah BBM bersubsidi jenis premium di Tarakan sesuai kuota dan stok aman. Pasalnya, selain antrean begitu panjang di SPBU dan AMPS, kelangkaan premium juga terjadi di SPBB (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Bunker), lembaga penyalur BBM di laut. Mekanisme pendistribusian pihak Pertamina selaku operator, kata Suhardjo perlu dikawal.
“Kita awasi, jangan sampai ada hal-hal yang meresahkan masyarakat kita. Apalagi sudah ada koordinasi antara eksekutif, legislatif, pertamina dan lembaga penyalur. Saya harap rekomendasi yang kami berikan jadi bahan evaluasi,” kata Suhardjo.
Terlebih wawali menginginkan seluruh lembaga penyalur BBM di Tarakan, dikontrol agar alokasi BBM, khususnya premium yang kini berpolemik, yang diberikan Pertamina betul-betul difungsikan sesuai ketentua dan aturan. Dimana jatah BBM di Tarakan, hanya untuk dinikmati masyarakat Tarakan, baik di darat maupun suplai BBM di laut untuk pengusaha speedboat dan para nelayan Tarakan.
“Perlu dibentuk tim pengawas terpadu khusus memantau jalur distribusi BBM. Kelangkaan BBM hingga dilaut ini bak benang kusut, kita harus cari suatu persoalannya. Tim pengawas mulai dari aparat, Disperindagkop, eksekutif, legislatif, Pertamina dan masyarakat. Pasti akan munculkan keterpaduan, terkontrol mulai keluar Pertamina sampai penyaluran ke masyarakat,” jelasnya kepada Radar Tarakan.
“Ada oknum melanggar, hukum jelas ditegakkan. Ya, koordinasi agar pelaksanaan tugas tidak overlap. Masyarakat juga harus beritikad baik, BBM yang disalurkan lewat SPBU dan APMS jangan disalahgunakan, akhirnya meresahkan. Jangan ada penumpukan atau timbunan, belilah sesuai kebutuhan,” tandas Suhardjo.
Ketua Komisi II DPRD Tarakan, Hj.Siti Laela juga sepakat pemerintah selaku pelaksana teknis segera lakukan tindak lanjut, langkah signifikan dengan pengawasan. Sebab polemik yang ada, disinyalir terjadi kebocoran pendistribusian, seharusnya jatah BBM untuk darat dibawa ke laut, bahkan ada oknum membeli untuk dijual ke luar daerah dengan harga yang tinggi.
“Dengan pengawasan, kebocoran tidak terjadi lagi. BBM khusus untuk kuota tarakan, aman benar-benar untuk masyarakat yang berhak menikmatinya. Apalagi BBM bersubsidi,” ujar Siti Laela.
Dari beberapa kali rapat koordinasi bersama pemerintah, pertamina dan lembaga penyalur BBM, terang Laela, pengalihan jatah kerap dilakukan lantaran terindikasi tidak terjadi pemerataan pendistribusian. Lembaga penyalur, khususnya APMS pun dari informasi yang diterima para dewan yang terhormat, terkadang berbuat nakal untuk profit oriented, menjual ke pelanggan yang berani bayar mahal untuk disalurkan ke daerah lain, sehingga masyarakat Tarakan justru terkena imbas kelangkaan.
“Harapan kami, mulai saat ini dan seterusnya tidak terjadi kelangkaan atau kesulitan masyarakat mendapat BBM. Itu komitmen yang disepakati. Kalau dilaut bagaimana tidak langka, seharusnya jatah milik masyarakat Tarakan yang punya transportasi laut, kadang speed daerah lain ambil bagian. Padahal setiap daerah punya jatah sendiri ini yang perlu ditertibkan,” tegas wanita yang juga Ketua Fraksi Golkar ini.
Sementara, perwakilan pengusaha speedboat atau transportasi khusus regular, Ivan, masih terus menyatakan selalu berebut premium jika ponton di SPBB terisi. Bahkan tak sedikit pengusaha speedboat kehabisan jatah subsidi tersebut, karena menimbulkan persaingan tak sehat. Padahal dalam data di Tarakan, ada 52 armada speedboat regular yang melayani lintas kabupaten/kota. Dengan kebutuhan pengusaha speedboat, khusus premium perhari 26,4 ton.
“Selama ini kami kesulitan mendapatkan BBM dari SPBB. Dulu, sepengetahuan kami, kuota di SPBB masih mencukupi kebutuhan pengusaha speedboat, yakni 1.800 ton. Tapi sekarang saya tidak tahu kepada SPBB hanya mendapat jatah 350 ton perbulan,” ungkap Ivan saathearing di DPRD.
Beberapa hari lalu saja, ungkap Ivan, seluruh armada Menara Baru tidak beroperasi untuk melayani rute Malinau. Jika dipaksakan beroperasi, premium didapat hanya dari oknum yang mencoba membuka peluang, dengan menjual seharga Rp 5.500 per liter.
“Pemerintah berikan solusi!. Terus terang, kami tak dapat di laut, selama ini dapat dari orang-orang yang antre di SPBU atau di APMS, mereka salurkan ke laut, tapi harga tinggi. Ini bukan solusi. Kalau memang kami seperti ini terus, untuk lintas kabupaten/kota khususnyaspeedboat regular, kami akan istirahat dulu. Kami pengusaha ini belum tentu untung. Kami ingin ada asas keadilan,” pungkasnya. (dta)
SUMBER KUTIPAN (kecuali gambar ilustrasi) :
Terbit Kamis, 28 April 2011
KLIK DISINI : MOBILE VERSION
0 KOMENTAR ANDA:
Posting Komentar