Enam Anggota Komisi III DPR berkunjung untuk memantau situasi terkini Kota Tarakan, Kalimantan Timur, Sabtu (2/10/2010), setelah konflik antarkelompok. DPR mendukung dan mengapresiasi aparat keamanan yang cukup singkat mampu mengatasi konflik itu.
Anggota Komisi III lainnya ialah Ade Surapriatna, Nasir Djamil, Yahdil Abdi Harahap, dan Marthin Hutabarat. Pertemuan itu dihadiri oleh Wakil Gubernur Kaltim Farid Wadjdy, Panglima Kodam VI/Mulawarman Mayor Jenderal Tan Aspan, Kepala Polda Kaltim Inspektur Jenderal Mathius Salempang, Wali Kota Tarakan Udin Hianggio, dan pimpinan TNI, Polri, serta pemerintah setempat."Kami berbela sungkawa terhadap korban yang meninggal dan mengapresiasi serta mendukung koordinasi yang maksimal antara aparat dan pemerintah," kata Anggota Komisi III Edi Ramli Sitanggang dalam pertemuan di Ruang VIP Bandar Udara Juwata Tarakan.
Martin Hutabarat berharap perdamaian sejati bisa diwujudkan. "Apa yang terjadi di Tarakan ikut memengaruhi daerah lainnya di Indonesia. Konflik menjadi sulit diatasi ketika tidak ditangani dengan cepat sehingga di sinilah kami mendukung upaya aparat di Tarakan," katanya.
Mathius Salempang memaparkan, konflik antarkelompok itu berlangsung 26-30 September. Lima orang tewas, sembilan terluka parah, dan 40.170 jiwa warga sempat mengungsi. Kerugian material sedikitnya Rp 5 miliar dari empat rumah, empat sepeda motor, dan satu mobil yang hangus dibakar. Konflik bermula dari perkelahian antarkelompok pemuda dan meluas menjadi konflik antarkelompok warga.
"Namun, kedua kelompok yang bertikai sudah menyatakan sepakat berdamai, kata Mathius Salempang.
Untuk mengatasi konflik sekaligus menjaga keamanan Tarakan, kota pulau itu, TNI dan Polri menugaskan ratusan personel. Anggota dipertahankan setidaknya sampai dua minggu mendatang. Kepala Polda Kaltim juga berkantor di Tarakan sebagaimana instruksi Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri saat berkunjung ke Tarakan, Jumat kemarin.
Mathius Salempang juga mengatakan, akan melihat lagi kasus-kasus sebelumnya di Tarakan yang belum selesai ditangani dan diduga terkait dengan konflik tersebut. "Kami akan melihat-lihat lagi (kasus lama)," katanya menjawab pertanyaan Komisi III.
Tan Aspan mengatakan, apabila dirunut, akar terjadinya konflik bisa terjadi akibat kecemburuan sosial. Warga lokal tidak bisa bersaing atau tidak berkesempatan luas dibandingkan dengan masyarakat pendatang. "Masalah ini patut dicermati dan bisa untuk konsep nasional (mengantisipasi peristiwa serupa di daerah lain)," katanya.
Terkait dengan itu, Mathius Salempang memaparkan, Tarakan didiami oleh 182.000 jiwa. Penduduk mayoritas adalah pendatang yaitu dari Jawa (21 persen) dan Bugis-Makassar (17 persen). Penduduk asli yang keturunan Tidung cuma 11 persen.
Penulis: Ambrosius Harto | Editor: I Made Asdhiana
SUMBER KUTIPAN : KOMPAS.COM
Share |
0 KOMENTAR ANDA:
Posting Komentar