Kamis, 16 Februari 2012

BERPENGARUH IYA, TAPI BISA BERDAMPAK POSITIF



Soal Razia ke Hotel dan Penginapan

#POLPPTARAKAN_INFO :

Aksi razia di hotel dan penginapan serta tempat hiburan dikeluhkan Persatuan Hotel dan Restoran (PHRI) Tarakan. Melalui, H Abdul Khair, Ketua Dewan Penasehat PHRI Tarakan, PHR beranggapan bahwa tindakan razia dari tim gabungan merupakan tindakan kurang bersahabat dan di luar batas kewajaran. “Mereka melakukan razia gabungan ke kamar-kamar hotel dan memeriksa semua tamu hotel tanpa ada koordinasi sebelumnya dengan PHRI Tarakan dan dari Dinas Pariwisata,” keluh Khair. Razia penyakit masyarakat (pekat) gabungan yang dilakukan sekitar pukul 22.00 Wita itu, dianggap PHRI merupakan kejadian yang kesekian kalinya. “Paling tidak seharusnya dinas terkait diberi tahu yang kemudian diteruskan ke kami. Kami sangat keberatan atas tindakan yang terus-terusan dilakukan ini,”  tandas Ayung—sapaan akrab Abdul Khair. Mantan anggota DPRD Tarakan itu mengatakan akibat razia ini, bisa membuat iklim investasi di Tarakan menjadi tak baik.

Menurut informasi, razia tak dilakukan di hotel berbintang. Razia hanya dilaksanakan di hotel kelas melati atau penginapan-penginapan yang dianggap rawan. “Namun memang ada informasi, ada (petugas tim gabungan) yang memeriksa ke kamar hotel di salah satu hotel berbintang,” kata sumber.

Seringnya aparat lakukan razia penyakit masyarakat (pekat) di sejumlah hotel di Tarakan, memang dikeluhkan pengusaha hotel dan restoran Indonesia (PHRI) di Tarakan. Alasannya, khawatir para pengguna jasa merasa terganggu dan berdampak pada investasi. Namun pengamat ekonomi Universitas Borneo Tarakan (UBT), Margiyono SE,MM, berpendapat kebalikannya. Menurut dia, justru investasi akan semakin baik.

Jelas Margiyono, secara makro untuk membangun ekonomi yang kuat harus didasari ketaatan hukum. Kaitannya dengan razia dihotel? Jika terjadi transaksi yang tidak baik di hotel, kata dia, malah memberikan citra negatif yang berdampak pada investasi yang tidak baik. “Misalnya kota ini terbangun image transaksi seks bebas, dampak nilai sosial tidak baik. Pasti berdampak pula pada image orang dari kota ke kota. Jadi hipotesa diadakan razia hotel (khususnya kelas melati) maka investasi menurun, itu jangka pendek saja. Hanya sesaat,” kata Margiyono.

Dosen ekonomi dan agribisnis UBT ini, di satu fase akibat razia akan membuat syok penghuni hotel. Namun di jangka menengah dan panjangnya, akan meningkatkan citra kota. Ilustrasinya, citra produk baik, memberikan penilaian positif masyarakat yang akan memanfaatkan jasa yang ditawarkan sebuah produk atau kota. “Sepanjang yang menggunakan orang-orang yang berbuat baik, tentu tidak ada persoalan. Katakanlah kota itu (warganya) taat hukum, tertib, damai tanpa kericuhan itu sasaran pembangunan jasa. Berangkat dari visi misi Tarakan sebagai pusat pelayanan jasa, maka citra positif harus ditampakkan,” ungkapnya tadi malam.

Baginya, razia terhadap hotel atau penginapan dalam rangka membangun citra positif. Lantaran citraitu segala-galanya. Nilai tambah bagi orang yang akan melakukan kegiatan di Tarakan. Sedangkan hotel sendiri sebagai barang komplementer (pelengkap), kait mengkait dengan infrastruktur transportasi, infrastruktur komunikasi, energi dan lainnya. “Kalau kita lihat produk, bukan hanya barang dan jasa termasuk citra, pengalaman dan seterusnya. Seperti lagi, razia terhadap barang Tawau, jangka pendek masyarakat menerima dampak negatif. Jangka panjang masyarakat Tarakan berpikir bagaimana bisa menghasilkan produk domestik,” ujarnya kemarin (16/2).

“Intinya (razia), berpengaruh iya. Tapi jangka menengah dan panjang tidak signifikan bahkan bernilai positif. Investasi itu, dipengaruhi harapaan potensi keuntungan oleh orang yang menanamkan investasi juga kepastian tentang pengembalian, juga salah satunya kepastian hukum. Kalau ada penegakan hukum menjadi salah satu upaya menjaga investasi. Termasuk ketersediaan tenaga kerja dan lainnya,” tutup Margiyono.

Terpisah, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Tarakan Dison SH menyatakan, bentuk pembinaan terhadap pelaku pelanggaran peraturan daerah (perda)  khususnya pelaku mesum, selama ini baru pada sebatas hukuman denda. Dan pembinaan langsung atau penyuluhan dari instansi terkait seperti Badan Pemberdayaan Perempuan dan lembaga terkait lainnya dia anggap belum maksimal.

“Kalau saya dengan Departemen Agama kota Tarakan dan Badan Pemberdayaan Perempuan, pernah melakukan sosialisasi ke sekolah,” sebutnya. Namun pelanggaran perda seperti perbuatan mesum, justru lebih banyak dilakukan pasangan yang bukan pelajar atau mahasiswa. Sehingga apabila sosialisasi dan penyuluhan dilakukan ke sekolah maka kurang tepat sasaran. “Kalau untuk Satpol PP atau kepolisian paling kan hanya sampai pada proses hukum di pengadilan. Dan perlu diketahui bahwa proses hukum ini pun menjadi salah satu bentuk pembinaan,” kata dia.

Mengenai hukuman ini, kata Dison tak menyelesaikan masalah. Apalagi denda yang dikenakan relative kecil. Harusnya, tegas Dison setelah ada pasangan mesum terjaring maka ada aksi dari instansi terkait untuk melakukan pembinaan. Sehingga pelaku pelanggaran perda terutama Perda Nomor 21 Tahun 2000, tentang asusila bisa menyadari perbuatannya dan diharapkan tidak melakukan lagi.

Seperti diberitakan kemarin, ada 12 pasangan (24 orang) yang dijaring tim gabungan saat malam Valentine (14/2) lalu, kedapatan sedang berasyik masyuk di kamar hotel. Dua diantaranya adalah oknum PNS. Mereka diduga melakukan perbuatan mesum. Dalam sidang tindak pidana ringan (tipiring), mereka dinyatakan bersalah dan divonis denda berkisar Rp 100 ribu hingga Rp 250 ribu. (dta/noi)


Sumber Info (Kecuali Gambar) :
Terbit Jumat, 17 Februari 2012

LAYANAN PENGADUAN SETIAP HARI 1 X 24 JAM 
SATPOL PP KOTA TARAKAN : 
TELEPON (0551) 32492 ATAU 
SMS (PESAN SINGKAT) KE 085247618394 




BLOG INI DAPAT DIAKSES MELALUI
HANDPHONE (MOBILE VERSION)
KLIK DISINI : MOBILE VERSION

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar anda ...