Humas PT Pertamina EP UBEP Sanga-sanga dan Tarakan Hariyanto mengungkapkan hampir 70 persen lahan yang merupakan wilayah kerja pertambangan (WKP) yang dikelola PT Pertamina, diserobot warga. Pemfungsiannya pun bermacam-macam, ada yang membangun rumah, berkebun maupun dikapling-kapling dengan diberi pagar dan patok batas. Menurut Hariyanto, hal ini tentu sudah melanggar aturan sehingga mendesak pihaknya untuk cepat mengambil langkah. Salah satunya dengan memasang plang di tanah milik negara yang dikelola PT Pertamina berdasarkan UU Pertambangan no 341 tahun 1930.
Selain itu, Pertamina juga meyakinkan WKP tersebut tidak dapat disalahgunakan berdasar Surat Keputusan (SK) Kepala Inspeksi Agraria Kaltim (INAK) no 55HP/VI/1962. “Kita juga ada bukti fisik sumur migas,” katanya kepada sejumlah media, kemarin. Mengapa warga dilarang beraktifitas di WKP tersebut ? Ini tak lain karena Pertamina mengutamakan keselamatan warga dari aktifitas migas yang beroperasi. “Terutama masalah keselamatan migas, karena kegiatan migas bisa saja mengancam jiwa manusia. Jarak aman dari sumur migas menurut UU migas adalah 50 meter dari jarak sumur,” jelasnya.
Meski demikian, jarak tersebut bukan harga mati. Seperti di daerah Pamusian, karena lokasi sumur antara sumur yang satu dengan sumur lainnya tidak berjauhan, maka jarak amannya mungkin akan lebih luas.
Pemasangan plang larangan membangun tersebut terbanyak dilakukan di wilayah Pamusian. Namun demikian, pihak Pertamina berjanji untuk kedepannya akan memasang plang lebih banyak lagi di titik-titik WKP, terutama di depan sumur migas. Seperti di wilayah kerja pertambangan Pamusian, Sesanip, Mangatal dan Juata yang ditandai dengan adanya kepala sumur.
“Memang banyak penyerobotan. Intinya kami tidak mengetahui penjualan lahan yang dilakukan oleh oknum, entah itu yang dikeluarkan dalam bentuk surat dari dinas instansi. Intinya ini adalah wilayah pertambangan, dan kepemilikannya adalah milik Negara yang dikelola pertamina,” tegas Hariyanto.
Selain melakukan peneguran baik secara lisan maupun tertulis, beberapa waktu lalu ada beberapa bangunan yang telah dilakukan peneguran oleh Satpol PP dan telah dilakukan sidang tindak pidana ringan (tipiring) di PN Tarakan. Pada intinya, untuk sidang IMB (Izin Mendirikan Bangunan) ini, setelah vonis pengadilan tentu bangunan harus dibongkar. “Maunya kita seperti itu,” sahutnya.
Apalagi WKP Pertamina ini juga telah masuk dalam raperda tata ruang kota Tarakan. “Pada intinya daerah tersebut untuk daerah pertambangan bukan perumahan atau pemukiman warga,” sambungnya.
Beberapa warga yang nakal, jelas Hariyanto, sudah dilakukan somasi oleh pihak Pertamina melalui pihak legal (pengacara). Bahkan sebagai bentuk keseriusan, saat ini satu orang sudah didaftarkan ke meja hijau. (ddq)
SUMBER KUTIPAN :
Sabtu, 19 Februari 2011
SATPOL PP KOTA TARAKAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar anda ...